Contoh Ragam Bahasa dan Dialek yang Digunakan Dalam Berbagai Komunitas Masyarakat

Berikut ini akan dijelaskan mengenai dialek, bahasa dialek, bahasa dan dialek, ragam bahasa, variasi bahasa, ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa sastra, ragam bahasa bisnis, variasi bahasa dalam sosiolinguistik, ragam bahasa formal, ragam bahasa indonesia, ragam bahasa berdasarkan media, contoh ragam bahasa, bahasa pasar, bahasa gaul sekarang, bahasa gaul, bahasa gaul sekarang, bahasa bahasa gaul, istilah bahasa gaul.

Bahasa dan Dialek yang Dipergunakan Berbagai Komunitas dalam Masyarakat

Berdasarkan tingkat keformalannya, bahasa dan dialek-dialek yang berkembang di masyarakat juga memiliki berbagai variasi. 

Di dalam masyarakat terdapat komunitas tertentu yang menggunakan ragam bahasa formal dalam situasi tertentu, seperti upacara-upacara kenegaraan, rapat-rapat di kantor, khotbah di masjid atau pengambilan sumpah.

Sebaliknya, terdapat sekelompok masyarakat atau komunitas tertentu yang dalam aktivitas sehari-hari menggunakan ragam bahasa nonformal, seperti bahasa daerah, bahasa pedagang, bahasa gaul, dan bahasa seni.

Berikut ini akan dipaparkan berbagai contoh kelompok dalam masyarakat yang menggunakan berbagai ragam bahasa dan dialek, baik ragam bahasa yang resmi maupun yang tidak resmi yang digunakan di kantor, sekolah, pasar, terminal, kelompok-kelompok remaja, dan arisan.

Ragam Bahasa di Lingkungan Kantor dan Sekolah

Di lingkungan kantor, sekolah, perusahaan, dan pemerintahan, digunakan ragam bahasa serta dialek yang resmi, yakni bahasa dan dialek yang telah dipilih serta diangkat menjadi bahasa resmi negara.

Bahasa resmi negara adalah bahasa yang telah dipilih menjadi bahasa yang digunakan dalam administrasi negara, perundang-undangan, dan upacara-upacara resmi. Di Indonesia, bahasa resmi negara adalah bahasa Indonesia, yang berkembang dari bahasa Melayu.

Di lingkungan-lingkungan formal seperti di kantor, sekolah, dan pemerintahan selalu menggunakan bahasa Indonesia.

Proses pemilihan suatu bahasa menjadi bahasa resmi negara dilakukan berdasarkan keadaan negara masing-masing. 

Misalnya, di negara Eropa barat seperti Inggris, Prancis, dan Belanda suatu dialek dipilih menjadi bahasa resmi negara karena pengaruh politik, ekonomi, dan demografi sehingga satu dialek bahasa tertentu diakui dan diterima sebagai bahasa resmi negara. Di Indonesia, bahasa Indonesia diakui sebagai bahasa resmi karena adanya beberapa faktor. 

Pertama, karena bahasa Melayu yang menjadi cikal bakal bahasa Indonesia sejak zaman dahulu sudah menjadi bahasa perantara (lingua franca) di seluruh Nusantara. 

Kedua, sifat struktur bahasa Melayu yang mudah menerima pengaruh luar untuk memperkaya kosa katanya (bersifat adaptif).

Ketiga, karena pertimbangan politik sebagai sarana untuk menentang pemerintahan kolonial Belanda. Dengan adanya ketiga faktor di atas maka bahasa Melayu dipilih menjadi bahasa Indonesia dan diakui sebagai bahasa resmi negara atau bahasa nasional dan wajib digunakan di lingkungan kantor, sekolah serta, institusi negara lainnya.

Di dalam penggunaan bahasa resmi di lingkungan institusi-institusi resmi atau formal terdapat perbedaan antara daerah yang satu dengan daerah lain serta antara di Jakarta dan daerah-daerah. 

Pemakaian bahasa Indonesia di daerah-daerah cenderung bercampur dengan penggunaan bahasa serta logatlogat daerah di mana bahasa Indonesia tersebut digunakan.

Misalnya, jika digunakan di lingkungan resmi di daerah Jawa Barat maka penggunaannya bahasa Indonesia akan tercampur dengan logat atau dialek Sunda. 

Selain itu, bahasa Indonesia yang dipakai di Jawa Tengah akan tercampur dengan dialek Jawa dan jika dipakai di lingkungan daerah Batak maka akan bercampur dengan bahasa serta dialek bahasa daerah Batak.

Di lingkungan ibu kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan, penggunaan bahasa Indonesia tidak hanya terbatas di lingkungan-lingkungan formal saja, seperti di lingkungan sekolah-sekolah, kantor-kantor, pertemuan-pertemuan resmi, namun juga digunakan di lingkungan-lingkungan yang tidak resmi, seperti di rumah, di jalan, di terminal, di pasar, dan di tempat hiburan. 

Di Jakarta bahasa Indonesia telah menjadi bahasa yang dipakai dalam lingkungan pergaulan sehari-hari, baik formal dan nonformal. 

Namun, seperti di daerah-daerah, meskipun telah dipakai di lingkungan pergaulan formal dan nonformal bahasa Indonesia yang digunakan di Jakarta telah tercampur oleh logat serta dialek-dialek daerah Betawi atau Jakarta.

Di Lingkungan Pasar

Pasar adalah tempat terjadinya transaksi para pedagang dan para pembeli. Dalam transaksi tersebut akan terjadi tawar-menawar barang hingga tercapai suatu kesepakatan harga di antara kedua belah pihak, yakni para pembeli dan penjual. 

Di dalam transaksi tersebut digunakan ragam bahasa yang khas di kalangan kaum pedagang, yaitu ragam bahasa pasar. Ragam bahasa tersebut digunakan untuk bertransaksi menentukan harga. 

Biasanya dalam proses tawar-menawar tersebut akan muncul istilah-istilah harga barang yang tidak asing di lingkungan para pedagang pasar. 

Istilah-istilah harga barang yang merupakan bahasa para pedagang tersebut dalam ilmu folklor disebut dengan nama shoptalk. 

Misalnya, di Jakarta dan beberapa kota lain komunikasi di kalangan para pedagang selalu dilakukan dengan istilah-istilah nilai harga yang diambil dari bahasa Cina Hokian, seperti jigo yang berarti dua puluh lima, cepe yang berarti seratus, ceceng yang berarti seribu, dan cetiau yang berarti satu juta.

Namun, terlepas dan adanya istilah-istilah khusus yang muncul di kalangan para pedagang tersebut, secara umum bahasa dan dialek yang digunakan di pasar-pasar cenderung bersifat campuran dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa serta dialek-dialek lokal yang berasal dari daerah di mana pasar-pasar tersebut berada. 

Pada pasar-pasar tradisional yang terdapat di daerah, kegiatan komunikasi atau transaksi ekonominya cenderung lebih banyak dilakukan dengan menggunakan bahasa-bahasa daerah atau bahasa lokal, diselingi dengan pemakaian bahasa Indonesia. 

Sebaliknya, kegiatan transaksi barang pada pasar-pasar swalayan cenderung memakai bahasa Indonesia dengan logat daerah diselingi dengan penggunaan bahasa serta dialek setempat. 

Pada lingkungan komunitas pasar tradisional di kota-kota besar seperti di Jakarta cenderung menggunakan bahasa Indonesia bercampur dengan dialek-dialek Jakarta.

Di Lingkungan Terminal

Ragam bahasa yang digunakan di tempat umum seperti terminal juga memiliki ciri khas tertentu. Terminal adalah tempat pemberhentian bus atau angkutan darat lainnya yang membawa penumpang dari berbagai daerah. 

Karena terdiri dari para penumpang yang berasal dari berbagai daerah maka kelompok masyarakat yang ada di daerah terminal cenderung bersifat heterogen (majemuk), baik dilihat dari segi asal daerahnya, suku bangsa, agama, dan jenis kelaminnya. 

Lingkungan terminal terdiri atas para penumpang, sopir, kondektur, kernet, pedagang, yang ada di toko atau kantin-kantin terminal maupun para pedagang asongan yang menjajakan dagangannya di terminal. 

Selain itu, di terminal juga terdapat para calo penumpang, para pengamen, pengemis, preman, dan copet. Karena sifatnya yang heterogen tersebut maka pemakaian ragam bahasa di terminal juga sangat beragam sehingga terdapat ragam bahasa dan dialek para kru bus, para penumpang, para pedagang, pengamen, pengemis, gelandangan, preman, dan para pencopet.

Karena lingkungan sosialnya bersifat campuran atau beragam maka ragam bahasa yang dipakai di terminal ada yang menggunakan bahasa Indonesia dengan dialek serta logat daerah asalnya masing-masing serta bahasa lokal dengan dialek daerah tertentu. 

Fenomena tersebut akan mudah ditemukan di lingkungan terminal-terminal antarkota di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, atau Medan. Sebaliknya, di lingkungan terminal-terminal kota kecil keberagaman bahasa tersebut semakin berkurang.

Selain itu, pada lingkungan komunitas yang ada di terminal juga muncul istilah-istilah khusus yang hanya dimengerti oleh anggota dari lingkungan komunitas-komunitas yang ada di terminal tersebut. 

Misalnya, di lingkungan penjahat dan gelandangan terminal terdapat istilah-istilah khusus yang hanya dimengerti oleh anggota-anggota dari komunitas tersebut. 

Dalam ilmu folklor, istilah-istilah khusus yang biasa digunakan di lingkungan para penjahat serta gelandangan atau oleh kelompok khusus lainnya disebut dengan istilah slang (bahasa rahasia). 

Fungsi bahasa slang adalah untuk menyamarkan arti bahasa yang digunakan anggotanya terhadap orang luar. Penggunaan slang (bahasa rahasia), dalam arti khusus oleh suatu kelompok sosial tertentu disebut cant. 

Misalnya, di Jakarta cant adalah istilah-istilah rahasia yang biasa dipergunakan oleh para pencopet maupun penjambret seperti istilah jengkol yang berarti kaca mata serta rumput yang berarti polisi. 

Bagi para pencopet dan penjambret, jengkol diartikan sebagai kaca mata karena bentuk buahnya yang bulat seperti kaca mata. 

Istilah tersebut dipergunakan oleh para penjahat ketika akan menyuruh kawannya untuk merampas kaca mata orang yang hendak mereka jadikan korban penjambretan. 

Istilah rumput diartikan polisi karena warna pakaian polisi yang berwarna hijau seperti rumput. Dengan demikian, apabila seorang pencopet hendak memperingatkan kawannya bahwa ada seorang polisi maka ia akan berkata, ”awas ada rumput!”, yang berarti ada polisi di dekat tempat itu.

Salah satu ciri ragam bahasa atau dialek yang biasa digunakan oleh komunitas-komunitas tertentu, baik di pasar maupun terminal-terminal adalah memiliki idiom-idiom serta istilah-istilah khusus yang hanya dimengerti oleh anggota-anggota komunitas tersebut.

Selain di lingkungan terminal dan pasar, ragam bahasa dan dialek serta istilah-istilah khusus tersebut juga digunakan di lingkungan-lingkungan lainnya seperti dalam lingkungan pergaulan remaja maupun di lingkungan arisan.

Di Lingkungan Remaja

Salah satu ciri remaja adalah ingin bergaul dengan teman sebayanya. Upaya tersebut dilakukan dengan menggunakan ragam bahasa khusus yang hanya dipahami oleh anggota kelompok remaja. 

Penggunaan ragam bahasa khusus tersebut bertujuan agar mereka bisa berkomunikasi antara anggota kelompok remaja dengan lebih leluasa. 

Sebagaimana di lingkungan pencopet maupun penjambret, di lingkungan para remaja juga terdapat penggunaan bahasa-bahasa rahasia (cant), seperti yang dilakukan para remaja di Jakarta. 

Untuk berkomunikasi, mereka menciptakan bahasa rahasia dengan cara menukarkan konsonan suku kata pertama dengan suku kata kedua atau sebaliknya. 

Misalnya, kata bangun setelah ditukarkan konsonannya dari kedua suku katanya berubah menjadi ngabun, kata makan menjadi kaman, kata baca menjadi caba, dan kata terus menjadi retus. 

Selain di Jakarta, di daerah Jawa Tengah terdapat kebiasaan yang serupa dengan yang dilakukan oleh kalangan remaja di Jakarta. 

Adapun cara pembentukan bahasa khusus para remaja di Jawa Tengah adalah dengan membalik konsonan (huruf mati) suatu kata bahasa Jawa. 

Misalnya, kata kowe (kamu) setelah dibalik huruf matinya dari suku-suku katanya maka akan berubah menjadi woke.

Selain penggunaan bahasa rahasia atau yang lebih dikenal dengan istilah cant tersebut, dalam pergaulan sehari-hari para remaja juga dikenal istilah colloquial, yakni ragam bahasa khusus yang menyimpang dari bahasa sehari-hari. 

Misalnya, ragam bahasa para mahasiswa di Jakarta mempergunakan bahasa Betawi yang ditambahi dengan istilah khusus, seperti ajigile (gila), manyala bob (sangat menarik), dan gonse (genit). 

Fungsi colloquial berbeda dengan fungsi jargon karena jargon dipergunakan para sarjana untuk meningkatkan gengsinya, sedangkan colloquial dipergunakan untuk menambah keintiman pergaulan.

Selain itu, masih terdapat istilah atau idiom-idiom khusus yang diciptakan oleh para remaja pada saat ini yang disebut sebagai bahasa gaul. 

Misalnya, istilah-istilah bete yang berarti malas, tidak bergairah, kecewa, sumpek, dan istilah jomblo yang berarti tidak mempunyai pacar serta istilah-istilah bahasa gaul lainnya yang diciptakan oleh para remaja pada saat ini.

Di Lingkungan Arisan

Selain di tempat-tempat umum, ragam bahasa serta dialek-dialek khusus juga dipakai pada saat acara-acara arisan. Apabila arisan tersebut merupakan acara keluarga dan bersifat informal maka bahasa serta dialek yang digunakan adalah bahasa serta dialek daerah (lokal). 

Sebaliknya, apabila acara arisan tersebut merupakan pertemuan PKK atau pertemuan RT yang bersifat nonformal maka akan cenderung digunakan bahasa Indonesia diselingi adanya penggunaan bahasa atau dialek daerah. Namun, apabila acara arisan tersebut merupakan acara kantor maka digunakan juga bahasa Indonesia.