kelezatannya memang sangat menggiurkan dan menjanjikan, maka tak ayal orang
yang lemah pondasi imannya akan terseret bahkan menjadi budaknya, semuanya demi
dunia.
Agar dapat lolos dari jerat ini, maka seorang Muslim hendaklah membekali
dirinya dengan keimanan dan ketakwaan serta memompa dirinya agar memiliki
ambisi akhirat yang sangat tinggi.
Karena, siapa saja yang ambisinya akhirat, maka ia akan selalu mengingatnya
dalam setiap kondisi di dunia. Anda akan mendapatinya tidak bergembira, tidak
bersedih, tidak ridha, tidak marah dan tidak berusaha, kecuali untuk akhirat.
Ia akan selalu mengingat akhirat dalam mencari rizki, berjual beli,
bekerja,memberi, dan dalam semua urusannya. Siapa saja yang demikian
kondisinya, maka Allah subhanahu wata’ala akan menganugerahinya tiga
kenikmatan yaitu:
Allah subhanahu wata’ala akan menganugerahinya ketenteraman dan
ketenangan, menghimpun pikirannya, mengurangi kelupaannya, menyatukan keluarga
nya, menambah rasa kasih antara dia dan mereka, memudahkan mereka untuknya,
mempersatukan semua kerabatnya, menghindarkannya dari perpecahan dan pemutusan
hubungan rahim. Dengan begitu, seluruh dunia bersatu untuknya. Dunia bersatu
untuk kepentingannya dan semua apa yang diinginkannya di dalam berbuat ta’at
kepada Allah subhanahu wata’ala.
Ini merupakan nikmat yang amat besar yang dianugerahkan Allah subhanahu
wata’ala khusus bagi hamba yang dikehendaki-Nya. Allah subhanahu
wata’ala berfirman, “Maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik.” (QS. An-Nahl:97).
tidak lain adalah kaya diri dan kepuasannya dengan apa yang dianugerahkan
melalui doa yang sungguh-sungguh.
oleh hartanya. Sedangkan orang yang menjadikan akhirat sebagai ambisinya, kita
dapati dia selalu ridha, puas diri, bahagia, ceria dan baik jiwanya. Ia tidak
tamak kepada dunia dan bekerja sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, “Bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah di
dalam mencari (rizki).” Yakni, berusahalah dengan usaha yang diterima,
yang dibolehkan di dalam mendapatkan dunia. Janganlah seseorang menjadikannya
sebagai ambisi yang menyibukkan dirinya yakni ia habiskan semua waktunya untuk
dunia.
Dunia ini memang aneh; bila anda kejar, ia akan lari tetapi bila anda berpaling
darinya, ia akan mengejar anda, dan ini sesuatu yang sudah terbukti. Banyak
orang shalih menyebut kondisi mereka dengan dunia, “Kami sibukkan diri
dengan urusan dien, lalu dunia pun menyongsong kami.”
-
Memiliki Rasa Takut dan Sedih.Sekalipun mereka berharap akan rahmat Allah subhanahu wata’ala dan
ta’at kepada-Nya, hanya saja mereka tidak terpaku pada hal itu saja.
Mereka dilanda kesedihan atas segala hal yang telah disia-siakan dan
menyesali dosa yang dilakukan sekalipun hanya sepele. Mereka selalu dalam
kondisi sadar dan ingat. Mereka bersedih atas kezhaliman, kekerasan,
keterlantaran, keterhinaan dan semua kondisi yang dialami kaum muslimin.
Dan yang paling mereka takutkan adalah buruknya akhir hidup (Su`ul
Khatimah).Sufyan ats-Tsaury berkata, “Aku takut kalau tercatat di Lauh
al-Mahfuzh sebagai orang yang sengsara, aku takut terampas iman ketika
akan mati.”Kesedihan itu membawa mereka untuk kembali kepada Allah subhanahu
wata’ala dan menyucikan diri dari segala dosa. Mereka selalu sedih
bila melakukan suatu perbuatan dosa hingga dapat melakukan suatu kebaikan
yang menghapusnya. Namun orang yang gandrung dengan dunia, semua
kesedihan-kesedihan dan ambisinya hanyalah demi dunia. -
Terus Beramal untuk Akhirat.Kesedihan mereka karena ambisi akhirat, rasa takut dan ingat mati tidak
pernah menahan tangis di rumah-rumah mereka atas diri mereka. Rasa takut
mendorong mereka untuk menambah frekuensi amal shalih. Sedangkan orang
yang merasa aman, tergoda dan terpedaya dengan amalannya, dikuasai oleh
sifat malas dan berandai-andai serta kurang memiliki sifat wara’ karena
mengandal kan perma’afan Rabb-nya semata. -
Tersentuh dengan Pemandangan Kematian dan Selalu
Mengingatnya.Kondisi ini menyebabkan hati mereka hidup sebab mereka mengaitkan semua
apa yang mereka lihat di dunia dengan akhirat. Hal yang paling menyentuh
hati mereka adalah pemandangan kematian dan saat-saat sekarat.Lain halnya dengan orang-orang yang ambisinya hanya dunia dan hati mereka
sudah keras, mereka tidak mau mendengar kematian disebut bahkan merasa
terganggu karena mengira dapat lolos dari kematian. Al-Qur’an menolak
anggapan orang yang berpikiran seperti ini,(baca: QS. Al-Jumu’ah:8).
-
Mengejar Dunia dan Antusias Terhadapnya.Tidak dapat diragukan lagi bahwa sibuk dengan urusan dunia merupakan
faktor paling besar yang dapat menyebabkan lemahnya persiapan untuk
melakukan amalan setelah mati. Yang dicela dari hal ini bilamana
kesibukan-kesibukan duniawi itu semata-mata menjadi tujuan; dicinta dan
dipatuhi selain Allah subhanahu wata’ala. -
Tidak Mau Mengingat Kematian dan Dahsyatnya Kiamat.Tidak pernah terlintas sedikit pun di pikiran orang-orang yang gandrung
dengan dunia ini pemandangan akhirat, mengingat mati dan setelahnya. Hal
ini membuat mereka menyia-nyiakan waktu dan umur. -
Terpedaya dengan Kesehatan Jasmani.Di antara orang-orang yang gandrung dengan dunia ada yang terpedaya dengan
kesehatan jasmani dan masa mudanya. Mereka tidak menyadari bahwa kesehatan
itu hanya pinjaman dan barangkali pinjaman itu harus dikembalikan,
sementara ruh masih berada di dalam jasad. Bila yang terpedaya dengan
kesehatannya ini adalah orang yang memiliki jabatan dan kekayaan, tentu ia
akan bertambah lupa terhadap akhirat dan lalai untuk meraih perbekalannya.