Inilah Sosok Laki-Laki Pilihan Dalam Sabda Nabi saw…?

Bagaimanakah Nabi memberi
petunjuk bagi para keluarga muslim tentang memilih laki-laki yang layak menjadi
kepala rumah tangga, pendidik keluarga, suami dan ayah sekaligus.


Tolok ukur yang salah pernah
terjadi pada masa Nabi, untuk memilih pemimpin rumah tangga yang layak. Karena
hanya melihat dari luar saja. Maka, peluang untuk kita hari ini berbuat
kesalahan lebih besar lagi.


Dalam riwayat Bukhari dan
Muslim, dikisahkan dari Sahal,

Seorang laki-laki melewati
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau berkata (kepada para sahabat):
Bagaimana menurut kalian orang ini?


Mereka menjawab: Jika ia
melamar diterima, jika merekomendasikan diterima dan jika bicara didengar.


Kemudian beliau diam.


Berikutnya lewat lagi seorang laki-laki
dari kalangan orang-orang miskin. Beliau kembali bertanya: Bagaimana menurut
kalian orang ini?


Mereka menjawab: Jika ia
melamar, tidak akan diterima. Jika merekomendasikan tidak diterima dan jika
bicara tidak didengar.


Rasulullah bersabda: Yang ini
lebih baik dari sepenuh bumi orang seperti yang tadi (pertama).”
(HR. Bukhari)


Ya, yang demikian itu karena
sahabat hanya melihat penampilan. Hanya karena miskin dengan penampilan
seadanya dan tidak menarik, kemudian dianggap tidak layak. Jadi, semoga kisah
ini tidak membuat kita mengulangi kesalahan yang sama. Yaitu, melihat hanya
dari penampilan dan kekayaan saja. Kalimat Nabi menjungkalkan penilaian para
sahabat, “ Yang ini lebih baik dari sepenuh bumi orang seperti yang tadi
(pertama)
”. Tak tanggung-tanggung, satu berbanding sepenuh bumi.


Maka, kita harus melihat lebih
dalam langsung dari sabda Nabi. Laki-laki dengan ciri seperti apa yang layak
menjadi suami, ayah sekaligus menantu. Berikut ini hadits-hadits Nabi tentang
memilih laki-laki yang layak:


Wahai pemuda, siapa yang
memiliki Baah, menikahlah karena bisa lebih menundukkan pandangan dan lebih
menjaga kemaluan. Siapa yang belum sanggup, maka puasalah karena akan menjadi
benteng baginya
.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Jika ada yang datang kepada kalian
yang telah kalian ridhoi akhlak dan agamanya, maka nikahkanlah ia karena jika
tidak akan menimbulkan fitnah di bumi ini dan kerusakan yang luas
. (HR.
Tirmidzi, Ibnu Majah)


Nabi shallallahu alaihi
wasallam suatu saat dalam sebuah perjalanan. Seorang yang ahli menggiring onta
dengan langgamnya, melakukan hal tersebut. Nabi berkata: Berlaku lembutlah
wahai Anjasyah terhadap kaca.
” (HR. Bukhari dan Muslim)


“Berpesanlah yang baik terhadap
wanita. Karena wanita diciptakan dari tulang rusuk. Yang paling bengkok dari
rusuk adalah yang paling atas. Jika kamu meluruskannya, kamu bisa
mematahkannya. Jika kamu biarkan, akan terus bengkok. Maka berpesanlah yang
baik terhadap wanita.
” (HR. Bukhari dan Muslim)


Dari beberapa petunjuk Nabawi
di atas, kita mendapatkan kejelasan kriteria laki-laki yang layak menjadi
pemimpin rumah tangga:


1, Al
Baah 
        

                                                                    

An Nawawi menjelaskan,

“Al Baah mempunyai 4 cara
membacanya sebagaimana yang disampaikan oleh Al Qodhi ‘Iyadh. Yang paling
terkenal: al Baah. Yang kedua: al Bah. Yang ketiga: Al Ba’, dan yang keempat:
Al Bahah.


Aslinya dalam bahasa berarti:
Jima’(senggama). Diambil dari kata al Mubaah yang artinya rumah.


Para ulama berbeda pendapat
tentang arti Al Baah. Pertama yang paling benar: Jima’,,,

Yang kedua: Beban tanggung
jawab pernikahan. (Al Minhaj)


Jadi, dalam kata ini terdapat 2
arti:


Laki-laki harus mempunyai
kemampuan menafkahi batin istrinya.


Laki-laki harus mempunyai harta
untuk membiayai kebutuhan rumah tangganya.


2, Akhlak dan Agama


Dalam riwayat lain disebutkan
lebih jelas: Jika ada yang melamar.


Dalam riwayat lain pula
disebutkan: agama dan amanahnya.


Sementara akhlak diterjemahkan
oleh para ulama lebih spesifik: muasyarah (memperlakukan istri dengan baik)


Muhammad Abdurrahman al
Mubarakfuri dalam kitabnya yang menjelaskan Sunan Tirmidzi berkata,


“Jika Anda tidak menikahkan
orang yang kalian ridhoi agama dan akhlaknya, sementara kaian memilih sekedar
keturunan, ketampanan dan harta.”


(kerusakan yang luasa) yaitu
jika kalian tidak menikahkan sang putri kecuali hanya kepada yang punya harta
dan kehormatan, akan banyak wanita tanpa suami dan laki-laki tanpa istri.
Muncullah banyak fitnah zina. Dan berikutnya para orangtua menaggung aib dan
mencuatlah fitnah dan kerusakan, yang berefek pemutusan nasab, krisis kebaikan
dan penjagaan diri.” (Tuhfah al Ahwadzi)


Suatu saat, seorang berkata
kepada Al Hasan al Basri: Kepada siapa saya nikahkan putriku?

Al Hasan berkata: Kepada yang
bertaqwa kepada Allah. Jika ia mencintainya, akan memuliakannya. Jika ia
membencinya, ia tidak akan mendzaliminya.


Masya Allah kalimat yang
sederhana tetapi dengan target agung.


Asy’ Sya’bi pernah berkata:
Siapa yang menikahkan putrinya dengan orang yang fasik, sungguh telah
memutuskan silaturahimnya
. (Lihat: Al Aba’ madrasah al Abna’, Fahd Muhammad)


Dengan demikian, syarat dalam
poin ini adalah: Laki-laki harus menjaga agama, amanah dan akhlaknya terhadap
istrinya dan memperlakukannya dengan baik.


3, kelembutan


Kata pemimpin tidak boleh
disalh artikan. Memimpin bukan berarti kasar. Justru seorang pemimpin harus memiliki
kelembutan. Masalah besar pun harus selesai dengan kalimat lembut yang membalut
ketegasannya.


Apalagi Nabi menyamakan wanita
dengan kaca. Semakin jelas, laki-laki yang seperti apa yang harus dipilih.
Mereka yang sabar, telaten, lembut sebagaimana perlakuan kita terhadap kaca
yang rawan pecah jika salah dan tidak hati-hati dalam membawanya.


4, Mampu meluruskan tanpa harus
mematahkan


Ini memerlukan ilmu memimpin
istri dan rumah tangga yang tidak sederhana. Karena ada orang yang lembut
tetapi tidak mampu meluruskan istri dalam pendidikan keluarga. Karena terlalu
lembut dan tidak mau menyakiti.


Disisi lain ada yang mampu
meluruskan tetapi dengan cara memaksa dan kasar.


Yang diinginkan Nabi adalah
laki-laki yang kaya ilmu dan cara sesuai dengan petunjuk Nabi, di mana dia
mampu mendidik istrinya tetapi taka da yang patah. Tidak mudah memang, justru
di sinilah fungsi seorang pemimpin.


Mendidik dan mengevaluasi.
Tetapi tetap dengan sentuhan penuh kelembutan, baik pada sikap ataupun
kaliamat. Maka sesuai dengan posisi dan tugas laki-laki di rumah tangga, inilah
syarat yang telah ditetapkan oleh petunjuk nabawi.[]

By. Ustd. Budi Ashari, Lc