Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas mengenai mahkamah pidana internasional, sistem peradilan internasional, International Court of Justice, ICL, international criminal court, mahkamah internasional, organisasi dibawah naungan pbb.
Peradilan-peradilan lainnya di bawah kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah sebagai berikut.
1. Mahkamah Pidana Internasional (International Court of Justice/ICL)
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak pembentukannya telah memainkan peranan penting dalam bidang hukum internasional sebagai upaya untuk menciptakan perdamaian dunia.
Selain mahkamah internasional (international court of justice/ICL) yang berkedudukan di Den Haag, Belanda, saat ini Perserikatan Bangsa-Bangsa juga sedang berupaya untuk menyelesaikan ”hukum acara” bagi berfungsinya mahkamah pidana internasional (international criminal court/ICC), yang statuta pembentukannya telah disahkan melalui konferensi internasional di Roma, Italia, pada bulan Juni 1998.
Statuta tersebut akan berlaku jika telah disahkan oleh 60 negara. Berbeda dengan mahkamah internasional, yurisdiksi (kewenangan hukum) mahkamah pidana internasional ini adalah di bidang hukum pidana internasional yang akan mengadili individu yang melanggar hak asasi manusia dan kejahatan perang, genosida (pemusnahan ras), kejahatan humaniter (kemanusiaan), serta agresi.
Negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak secara otomatis terikat dengan yurisdiksi mahkamah ini, tetapi harus melalui pernyataan mengikatkan diri dan menjadi pihak pada statuta mahkamah pidana internasional. (Mauna, 2003; 263)
2. Mahkamah Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia (The International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia/ICTY)
Melalui resolusi dewan keamanan Nomor 827, tanggal 25 Mei 1993, Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk The International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia, yang bertempat di Den Haag, Belanda.
Tugas mahkamah ini adalah untuk mengadili orang-orang yang bertanggung jawab atas pelanggaran-pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional yang terjadi di negara bekas Yugoslasvia.
Semenjak mahkamah ini dibentuk, sudah 84 orang yang dituduh melakukan pelanggaran berat dan 20 di antaranya telah ditahan.
Pada tanggal 27 Mei 1999, tuduhan juga dikeluarkan terhadap pemimpin-pemimpin terkenal, seperti Slobodan Milosevic (Presiden Republik Federal Yugoslavia), Milan Milutinovic (Presiden Serbia), yang dituduh telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan melanggar hukum perang. (Mauna, 2003; 264).
3. Mahkamah Kriminal untuk Rwanda (International Criminal Tribunal for Rwanda)
Mahkamah ini bertempat di Arusha, Tanzania dan didirikan berdasarkan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 955, tanggal 8 November 1994.
Tugas mahkamah ini adalah untuk meminta pertanggungjawaban para pelaku kejahatan pembunuhan massal sekitar 800.000 orang Rwanda, terutama dari suku Tutsi.
Mahkamah mulai menjatuhkan hukuman pada tahun 1998 terhadap Jean-Paul Akayesu, mantan Walikota Taba, dan juga Clement Kayishema dan Obed Ruzindana yang telah dituduh melakukan pemusnahan ras (genosida).
Mahkamah mengungkapkan bahwa pembunuhan massal tersebut mempunyai tujuan khusus, yaitu pemusnahan orang-orang Tutsi, sebagai sebuah kelompok suku, pada tahun 1994.
Walaupun tugas dari mahkamah kriminal internasional untuk bekas Yugoslavia dan mahkamah kriminal untuk Rwanda belum selesai,
Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) juga telah menyiapkan pembentukan mahkamah untuk Kamboja mengadili para penjahat perang di zaman pemerintahan Pol Pot dan Khmer Merah, antara tahun 1975 sampai dengan 1979 yang telah membunuh sekitar 1.700.000 orang.
Jika diperkirakan bahwa tugas mahkamah peradilan Yugoslavia dan Rwanda telah menyelesaikan tugas mereka, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa akan mengeluarkan resolusi untuk membubarkan kedua mahkamah tersebut, yang sebagaimana diketahui memiliki sifat ad hoc (sementara).