Berikut ini akan dijelaskan materi tentang penyebab sengketa internasional dan upaya penyelesaiannya, sengketa internasional, cara penyelesaian sengketa internasional, penyebab timbulnya sengketa internasional, penyelesaian sengketa internasional secara damai, faktor penyebab sengketa internasional, penyebab terjadinya sengketa internasional, sebab sebab sengketa internasional, arbitrase, penyelesaian sengketa internasional secara kekerasan.
Penyebab Sengketa Internasional dan Upaya Penyelesaiannya
Sengketa internasional (international dispute) adalah perselisihan yang terjadi antara negara dan negara, antara negara dan individu-individu, atau antara negara dan badan-badan atau lembaga-lembaga yang menjadi subjek hukum Internasional. Sengketa atau konflik yang terjadi secara umum disebabkan oleh hal-hal berikut.
1) Salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian Internasional.
2) Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian Internasional.
3) Perebutan sumber-sumber ekonomi.
4) Penghinaan terhadap harga diri bangsa.
5) Adanya intervensi terhadap kedaulatan negara lain.
6) Perebutan pengaruh ekonomi, politik, dan keamanan regional serta internasional
Konflik atau sengketa dapat dibedakan menjadi perang antaranegara dan sengketa bersenjata atas pelanggaran perdamaian yang tidak bersifat perang.
Suatu sengketa dapat digolongkan menjadi perang atau bukan perang didasarkan pada luas atau dalamnya sengketa, niat para pihak yang bersengketa, dan sikap serta reaksi pihak-pihak yang tidak berperang.
Perang merupakan jalan terakhir setelah tidak ada kata sepakat dalam upaya negosiasi |
Dalam Traktat Paris tahun 1928 disebutkan bahwa negara-negara peserta traktat bersepakat untuk tidak melakukan perang sebagai cara dalam menyelesaikan sengketa internasional. Para pihak sepakat untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul di antara mereka dengan cara damai.
Dalam piagam PBB juga diatur bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian sepakat untuk menyelasaikan sengketa di antara mereka dengan cara damai sehingga tidak membahayakan perdamaian, keamanan, dan keadilan.
Mereka yang mengadakan perjanjian telah berjanji untuk memenuhi kewajiban dengan itikad baik dan bersepakat untuk mematuhi saran-saran dan keputusan Dewan Keamanan. Dalam hubungan ini perlu dibedakan dua aspek yang penting, yakni:
• Perang karena adanya agresi.
• Perang karena membela diri.
Mengenai hak pembelaan, piagam PBB menentukan bahwa setiap negara untuk mengadakan pembelaan diri baik secara individu maupun kolektif terhadap adanya serangan bersenjata, selama menunggu saran dan keputusan dari Dewan Keamanan.
Hak untuk mengadakan pembelaan diri ini hanya berlaku pada keadaan yang mendesak dan tidak dapat dilakukan dengan cara lain, serta tidak secara berlebihan.
Apakah perdagangan dan lalu lintas antarwarga negara dari negara-negara yang bersengketa serta perjanjian yang ada tetap berlaku? Dalam hal ini hukum internasional memberikan kebebasan sebesar-besarnya kepada para pihak.
Pertimbangannya adalah bahwa masalah tersebut merupakan masalah hukum internasional. Pada umumnya warga negara yang bersengketa membatalkannya karena beranggapan bahwa mereka dapat membantu pihak lawan apabila kegiatan perdagangan lalu lintas, dan perjanjian masih tetap dilaksanakan.
Secara umum ada dua cara penyelesaian sengketa internasional, yakni penyelesaian secara damai dan apabila penyelesaian secara damai gagal dilakukan, maka penyelesaian dilakukan dengan cara paksa atau kekerasan.
1. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai
Penyelesaian secara damai merupakan cara penyelesaian tanpa paksaan atau kekerasan. Cara-cara penyelesaian ini meliputi: arbitrasi, penyelesaian yudisial, negosiasi, jasa-jasa baik, mediasi, konsiliasi, penyelidikan, penyelesaian di bawah naungan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pembedaan cara-cara penyelesaian itu bukan berarti bahwa proses penyelesaian sengketa internasional satu sama lain saling terpisah. Akan tetapi, terdapat kemungkinan antara cara yang satu dengan yang lain saling berhubungan.
a. Arbitrase
Penyelesaian pertikaian atau sengketa internasional melalui arbitrase internasional merupakan pengajuan sengketa internasional kepada arbitrator yang dipilih secara bebas oleh para pihak.
Mereka itulah yang memutuskan penyelesaian sengketa, tanpa terlalu terikat pada pertimbangan-pertimbangan hukum. Putusan itu dapat didasarkan pada kepantasan dan kebaikan.
Hakikat arbitrase adalah prosedur penyelesaian sengketa konsensual dalam arti bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase hanya dapat dilakukan melalui persetujuan para pihak yang bersengketa.
Jadi, para pihak bersangkutan yang mengatur pengadilan arbitrase. Dalam proses arbitrase ada prosedur tertentu yang harus ditempuh.
Apabila terdapat sengketa antara dua negara dan para pihak tersebut menghendaki penyelesaian melalui Permanent Court of Arbitration, mereka harus mengikuti prosedur tertentu dan wajib menaati dan melaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah hukum Internasional. Prosedur itu adalah sebagai berikut:
- Negara yang bersengketa masing-masing menunjuk dua arbitrator. Salah seorang di antaranya boleh warga negara mereka sendiri atau dipilih dari orang-orang yang dinominasikan oleh negara tersebut sebagai anggota panel mahkamah arbitrase.
- Para arbitrator tersebut kemudian memilih seorang wasit yang bertindak sebagai ketua dari pengadilan arbitrase itu.
- Putusan diberikan melalui suara terbanyak Arbitrase terdiri atas
- seorang arbitrator;
- komisi bersama antara anggota-anggota yang ditunjuk oleh para pihak yang bersengketa, yang biasanya warga negara dari negara-negara yang bersangkutan;
- komisi campuran yang terdiri atas orang-orang yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa yang ditambah dengan anggota yang dipilih dengan cara lain.
Wewenang arbitrase Internasional bergantung pada kesepakatan negara-negara yang bersengketa dalam perjanjian internasional tentang arbitrase yang berangkutan.
Dalam praktiknya arbitrase banyak menangani sengketa hukum, sengketa mengenai fakta dan hak-hak dalam suatu pertentangan. Batas wewenang arbitrase ditentukan oleh negara-negara bersangkutan dalam perjanjian arbitrasenya.
Masyarakat Internasional telah membentuk beberapa arbitrase internasional, antara lain pengadilan arbitrase kamar dagang Internasional yang didirikan di Paris pada tahun 1919,
pusat Arbitrase Dagang Regional yang berkedudukan di Kuala Lumpur pada tahun 1978 untuk Asia dan di Kairo pada tahun 1979 untuk Afrika, Pusat penyelesaian sengketa penanaman modal Internasional yang berkedudukan di Washington D.C.
b. Penyelesaian Yudisial
Penyelesaian yudisial merupakan suatu penyelesaian sengketa internasional melalui suatu pengadilan internasional yang dibentuk sebagaimana mestinya, dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum.
Lembaga pengadilan internasional yang berfungsi sebagai organ penyelesaian yudisial dalam masyarakat internasional adalah International Court of Justice.
c. Negosiasi, Jasa-jasa Baik, Mediasi, Konsiliasi, dan Penyelidikan
Negosiasi atau perundingan dilakukan antara para pihak yang bersengketa untuk memperoleh penyelesaian secara damai.
Cara negosiasi sering diadakan dalam kaitannya dengan jasa-jasa baik atau mediasi. Dewasa ini sebelum dilaksanakan negosiasi terdapat dua proses yang telah dilakukan terlebih dahulu, yakni konsultasi dan komunikasi.
Tanpa kedua media tersebut seringkali dalam beberapa hal negosiasi tidak dapat berjalan. Mediasi atau jasa baik merupakan cara penyelesaian sengketa Internasional karena negara ketiga yang bersahabat dengan para pihak yang bersengketa membantu penyelesaian sengketa secara damai.
Jasa baik dapat diberikan oleh individu atau organisasi internasional. Dalam penyelesaian sengketa internasional dengan menggunakan jasa baik, pihak ketiga menawarkan jasa-jasa untuk mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa.
Pihak tersebut mengusulkannya dalam bentuk syarat umum penyelesaian, tetapi tidak secara nyata ikut serta dalam pertemuan.
Ia juga tidak melakukan suatu penyelidikan secara seksama atas beberapa aspek dari sengketa tersebut. Sebaliknya, dalam penyelesaian sengketa internasional dengan menggunakan mediasi, pihak yang melakukan mediasi memiliki peran yang lebih aktif.
Ia ikut serta dalam negosiasi dan mengarahkan pihak-pihak yang bersengketa sehingga penyelesaian dapat tercapai meskipun usulan-usulan yang diajukannya tidak mengikat terhadap pihak-pihak yang bersengketa.
Konsiliasi dalam arti luas berarti menyelesaikan sengketa secara damai melalui bentuan negara-negara lain atau badan penyelidikan yang tidak memihak yang disebut juga dengan komite penasihat.
Adapun dalam arti sempit konsiliasi berarti pengajuan persengketaan kepada komisi atau komite untuk membuat laporan dengan usulan-usulan penyelesaian yang tidak mengikat.
Sifat tidak mengikatnya inilah yang membedakannya dengan arbitrase. Komisi konsiliasi diatur dalam konvensi The Hague 1899 dan 1907 untuk penyelesaian damai sengketa-sengketa Internasional.
Komisi tersebut dibentuk melalui perjanjian khusus antara pihak yang bersengketa. Tugas komisi tersebut adalah menyelidiki serta melaporkan fakta, dengan ketentuan bahwa isi laporan tersebut tidak mengikat para pihak dalam sengketa.
Penyelidikan sebagai suatu cara menyelesaikan sengketa secara damai dilakukan dengan tujuan menetapkan suatu fakta yang dapat digunakan untuk memperlancar suatu perundingan.
Kasus yang umum diselesaikan dengan bantuan metode ini adalah kasus-kasus yang berkaitan dengan sengketa batas wilayah suatu negara. Oleh sebab itu, dibentuk komisi penyelidik untuk menyelidiki fakta sejarah dan geografis menyangkut wilayah yang disengketakan.
d. Penyelesaian di bawah Naungan Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Penyelesaian ini diatur dalam pasal 2 piagam PBB. Para anggota PBB berjanji untuk menyelesaikan persengketaan-persengketaan tanpa melalui kekerasan atau perang. Tanggung jawab diserahkan kepada Majelis Umum dan Dewan Keamanan.
Majelis Umum diberi wewenang merekomendasikan tindakantindakan untuk penyelesaian damai atas suatu keadaan yang dapat mengganggu kesejahteraan umum atau hubungan-hubungan persahabatan di antara bangsabangsa.
Dewan Keamanan bertindak mengenai beberapa hal, yakni persengketaan yang dapat membahayakan perdamaian dan keamanan internasional, peristiwa yang mengancam perdamaian, melanggar perdamaian, dan tindakan penyerangan (agresi).
2. Cara-cara Penyelesaian Secara Paksa atau Kekerasan
Adakalanya para pihak yang terlibat dalam suatu sengketa internasional tidak mencapai kesepakatan dalam menyelesaikan sengketa tersebut secara damai.
Jika hal tersebut terjadi, cara penyelesaian yang mungkin adalah melalui cara kekerasan, antara lain perang dan tindakan bersenjata nonperang, retorsi, tindakan-tindakan pembalasan, blokade secara damai, dan intervensi.
a. Perang dan Tindakan Bersenjata Nonperang
Yang dimaksud dengan perang adalah pertikaian bersenjata yang memenuhi persyaratan tertentu, yakni bahwa pihak-pihak yang bertikai adalah negara dan bahwa pertikaian bersenjata tersebut disertai pernyataan perang.
Tujuan perang adalah untuk menaklukkan lawan dan menetapkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh pihak lawan.
Hukum perang bermaksud memberikan batas-batas penggunaan kekerasan untuk mengalahkan pihak lawan. Apabila hukum perang tidak diatur, ada kemungkinan akan terjadi kekejaman dan hak-hak asasi manusia tidak akan dihargai.
Hukum perang menentukan bahwa perbuatan-perbuatan kejam, seperti pembunuhan terhadap penduduk, perlakuan buruk terhadap para tawanan, menenggelamkan kapal niaga, merupakan perbuatan yang tidak sah.
Dalam beberapa hal hukum perang memiliki kelemahan, misalnya negara-negara yang bersengketa dapat mengadakan perang tanpa adanya pernyataan terlebih dahulu.
Tanpa hukum perang kekuasaan akan merajalela. Negara masih diakui mempunyai hak untuk berperang dalam hal-hal berikut.
- Apabila perang itu dilakukan sebagai sarana mempertahankan diri (self defence) yang dibenarkan oleh hukum internasional.
- Apabila perang itu dilakukan sebagai tindakan kolektif dalam rangka pelaksanaan kewajiban internasional yang berdasarkan suatu perjanjian internasional.
- Apabila perang itu dilakukan antarnegara yang merupakan pihak dalam Traktat Paris.
- Apabila perang itu dilakukan untuk melawan negara pihak dalam Traktat Paris yang melanggar traktat tersebut.
b. Retorsi
Retorsi adalah pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakantindakan tidak pantas yang dilakukan oleh negara lain.
Retorsi berupa perbuatan sah yang tidak bersahabat dalam batas wewenang dari negara yang terkena perbuatan tidak pantas itu.
Perbuatan retorsi itu antara lain penghapusan hakhak istimewa diplomatik, penurunan status hubungan diplomatik, dan penarikan kembali konsesi pajak atau tarif.
Keadaan yang memberikan penggunaan retorsi hingga kini belum dapat secara pasti ditentukan karena pelaksanaan retorsi sangat beraneka ragam.
Dalam pasal 2 paragraf 3 piagam PBB ditetapkan bahwa anggota perserikatan bangsa-bangsa harus menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai sehingga tidak mengganggu perdamaian dan keamanan internasional dan keadilan.
Penggunaan retorsi secara sah oleh negara anggota perserikatan bangsa-bangsa terikat oleh ketentuan piagam tersebut.
c. Tindakan-Tindakan Pembalasan (Reprisal)
Pembalasan/reprisal adalah cara penyelesaian sengketa internasional yang digunakan oleh suatu negara untuk mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara lain.
Reprisal berbeda dengan retorsi karena perbuatan retorsi pada hakikatnya merupakan perbuatan yang tidak melanggar hukum, sedangkan perbuatan reprisal pada hakikatnya merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Reprisal dapat berupa pemboikotan barang, embargo, demonstrasi angkatan laut.
Praktik hukum internasional menunjukkan bahwa reprisal di masa damai hanya dapat dibenarkan apabila negara yang dikenai perbuatan reprisal itu bersalah dalam melakukan perbuatan yang tergolong kejahatan internasional dan telah diminta sebelumnya untuk memberikan pemulihan atas perbuatannya itu.
Reprisal yang tidak seimbang dengan kesalahan yang telah dilakukan, tidak dapat dibenarkan. Reprisal di masa perang adalah perbuatan pembalasan antara pihak yang berperang dan tujuan untuk memaksa pihak lawan menghentikan perbuatannya yang melanggar hukum perang.
Sama seperti retorsi, penggunaan reprisal oleh anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa juga dibatasi oleh piagam dan deklarasi majelis umum.
Dalam pasal 2 paragraf 4 piagam PBB ditetapkan bahwa negara anggota harus menahan diri untuk tidak mengancam atau menggunakan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kebebasan politik suatu negara atau dengan cara lain yang tidak sesuai dengan tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Deklarasi majelis umum juga menyatakan bahwa negara berkewajiban menahan diri dari perbuatan reprisal yang menggunakan senjata.
d. Blokade Secara Damai
Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan pada waktu damai. Terkadang tindakan tersebut digolongkan sebagai suatu pembalasan.
Tindakan itu pada umumnya ditujukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya diblokade untuk menaati permintaan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara yang memblokade.
Sekarang ini diragukan apakah blokade merupakan sarana sah untuk menyelesaikan sengketa. Blokade dianggap sebagai sarana penyelesaian sengketa yang usang.
Blokade yang dilakukan oleh suatu negara sebagai tindakan sepihak dianggap bertentangan dengan piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Piagam itu hanya membolehkan penggunaan blokade yang ditetapkan oleh Dewan Keamanan dalam rangka memelihara atau mengembalikan perdamaian dan keamanan.
Dalam sejarah, blokade pertama kali digunakan pada tahun 1827. Pada umumnya blokade digunakan oleh negara yang kuat angkatan lautnya terhadap negara yang lemah.
Akan tetapi, banyak blokade dilakukan bersama dengan negara besar untuk tujuan kepentingan bersama misalnya mengakhiri gangguan, menjamin pelaksanaan perjanjian internasional, atau mencegah terjadinya perang.
Akibat hukum dari blokade masa damai adalah bahwa negara yang memblokade tidak berhak menangkap kapal negara ketiga yang mencoba melanggar blokade itu.
Kapal negara ketiga tidak terikat kewajiban untuk menghormati blokade itu. Berbeda dengan akibat hukum blokade di masa perang yang mengikat kapal negara ketiga. Dalam blokade masa perang negara yang memblokade berhak memeriksa kapal negara netral.
e. Intervensi
Intervensi sebagai cara untuk menyelesaikan sengketa Internasional merupakan tindakan campur tangan terhadap kemerdekaan politik negara tertentu secara sah dan tidak melanggar hukum internasional. Yang termasuk dalam intervensi secara sah adalah;
- intervensi kolektif sesuai dengan piagam PBB;
- intervensi untuk melindungi hak-hak dan kepentingan warga negaranya;
- pertahanan diri;
- intervensi terhadap negara yang dipersalahkan dalam melakukan pelanggaran berat terhadap hukum internasional.